20160331

Tulisan di Kepala #2

Sri dan pacarnya memasuki bulan ke 11. Belum juga kupu-kupu itu penuhi rongga perut yang terasa sudah banyak bunga. Tidak pernah ada perasaan menggelitik itu sampai ke puncak. Namun Sri masih menunggu, mau menunggu, masih mau menunggu.

"Ini cuma cara kita aja yang beda. Kamu begitu caranya cinta sama saya, saya begini caranya cinta sama kamu.", terang bang Teuku sambil menyetir mobil ke arah rumah Sri. Sri selalu lupa menanyakan lebih lanjut dari begitu dan begini versi pacarnya itu, karna sebenarnya hal itu yang Sri keluhkan setiap ia merasa mengalir di arus yang tidak ia inginkan.

"Aku udah ngejalanin sama banyak mantanku. Di bulan-bulan kaya kita sekarang, itu romansanya selalu indah, Bang. Dunia milik berdua, dibungkus wallpaper cinta. Kita, ngelewatin masa-masa kasmaran aja engga, dingin.", Sri bicara sambil memandangi bang Teuku seksama.

"Kamu yang terlalu banyak nonton drama..... Drama korea."

"Atau kamu yang ngga secinta itu?"

Bang Teuku melirik. Ia menarik tangan Sri pelan agar kepala Sri mendekat ke bahunya. Ia cium kening Sri hangat. "Maksudnya ngga pernah kasmaran tuh kaya gimana sih Mba? Kamu maunya kaya gini setiap hari?"

Sri mengangguk.

"Ya udah, saya usahain."

Sri lagi-lagi lupa, janji bang Teuku belum pernah ada yang sempat ia tepati. Terlebih untuk hubungan yang sedang mereka jalani.

Sri tidak pernah benar-benar merasa didatangi kupu-kupu di perutnya, entah mungkin mati atau enggan. Bunga-bunga di dalam perutnya pun ia tanami sendiri, ia siram sendiri. Kadang merasa butuh bantuan untuk mengundang kupu-kupu datang, tapi kepada siapa. Yang ia punya sekarang, seperti tidak mau tau kupu-kupu seperti apa ditunggu Sri.

Tulisan di Kepala #1

Sri menyenderkan kepalanya ke pagar rumah sambil memainkan ponselnya. 5 menit yang lalu, sang suami, bang Teuku menelpon minta disambut di depan pagar. Setelah berganti pakaian dari daster menjadi pakaian sabrina dengan bahu terbuka, ia berlari riang keluar rumah, mengintip dari balik pagar dan suasana subuh itu masih sepi, para tetangga belum ada yang memulai aktivitas rumahnya masing-masing.

Di jam ini, beberapa kali Sri ingat menyambut bang Teuku pulang dengan tampilan cantik rambut tergerai dan baju sedikit seksi mengingat suaminya mudah tergoda olehnya. Ia mengecek wajahnya yang baru bangun namun meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sudah cukup cantik untuk keluar rumah.

Terdengar suara mesin mobil mendekat, belum sampai di depan rumah, Sri sudah membuka pagar mempersilahkan suaminya memarkirkan mobilnya ke dalam garasi. Terlihat samar-samar wajah bang Teuku sumringah dan seperti teriak-teriak riang di dalam mobil melihat istrinya, begitupun Sri melompat-lompat kecil tidak sabar menyuruh suaminya turun dari mobil. Sudah 5 hari tidak bertemu membuat mereka seperti dua anak kecil bertemu permen dan coklat kesukaannya.

"Assalamualaikum.."
Sri mencium tangan suaminya, dan suaminya mengecup keningnya.
"Walaikumsalam...."

Sri bangun dari mimpinya.

"Kita sudah pertimbangkan resikonya sejak awal, Bang. Sejak kamu bilang, kamu sudah memasuki usia menikah. Saat itu kita dalam keadaan sadar, benar-benar sadar. Profesi dan prioritas, kita mau bilang apa sekarang karna semua sudah pernah kita sepakati.", Sri mengambil nafas. "Kamu seperti cuma mau bilang, kalau kita salah jalan..."

"Saya... hanya tidak secinta itu."

Airmata yang ia tahan selama sekian tahun, akhirnya tumpah juga. Tanpa isakan, Sri hanya terlalu siap untuk menghadapi kata-kata itu. Ia pun menandatangani gugatan cerai suaminya.