20121103

Rahadyan Herbisworo


"Non. udah tau siapa saya?", ini kata-kata pertama yang diucapin sama orang di depan gue. Gue yang sempet ngintip sedikit mengangguk dengan mata tertutup, tangan gue menggenggam tangan dia, meraba kekasaran telapaknya, lelaki ini sepertinya pekerja keras. Mungkin supir kereta antar negara.

Dan berhubung kami seusia, kata-kata "saya" dia ganti jadi "gua", lelaki ini adalah Abang Dyan, pasangan gue selama karantina di Jakarta Barat. Dari awal masuk sampai udah malam final, hubungan gue dan Dyan diwarnai percanggungan dari diem-dieman, ngomongin orang, menyimpulkan banyak hal, sampai berantem-berantem kecil dimana setiap hari mood kita berdua ngga ada yang bisa nebak. Apakah kelinci ataukah gorila.

Taurus yang satu ini emang jelas ngga pernah click sama gue. Saat kami berdua dipasangkan, saat itu juga kami saling berusaha mendekatkan. Abang Dyan berusaha melayani gue selayaknya seorang Abang ke Nonenya. Menanyakan keberadaan gue setiap pagi, membawakan box make-up dan perintilan None saat gue datang, memperhatikan penampilan gue, ambilin makan-minum tiap jam istirahat, nganterin gue sampe mobil dan say "bye bye, jangan kenapa-kenapa di jalan." (karna gue yg bakal repot tanggung jawab men!) sesederhana itu chemistry kita buat jadi pasangan dengan nomer 19-20.

Sampai suatu hari, kami berdua dihadapkan dengan keheningan dalam ruangan. Gue ngegebuk dia pake selop untuk mencairkan suasana *None barbar*. Menanyakan perihal pasangan masing-masing, Dyan cerita, pacarnya yang sekarang adalah pacar pertamanya. Cantik, yang jelas dia seneng banget karna pacarnya pengertian udah mau percaya saat dia harus di karantina. Gue yang ngedengerin ikut seneng, berhubung gue pun memiliki pacar yang juga pengertian dan mendukung gue untuk ikut karantina ini, maka kita mulai membangun komitmen bahwa harus menjaga perasaan pasangan masing-masing selama karantina ini. Dyan mulai mengawasi gerak-gerik gue dan selalu iseng buat ngomong, "Non, punya pacar Non." kalo muka gue udah terperangah sama kegantengan Abang-Abang senior yang dateng selama karantina. Begitupun gue, yang suka nakut-nakutin dia kalo dia mulai komen "Nonenya cantik." dengan kata-kata, "Bang lu mau lu diputusin cewe lu.". Dyan langsung geleng-geleng keras, "Gue di sini homo, Non. Ngga doyan None."

Meskipun Dyan adalah teman gossip yang baik dan pengkomen yang sinis, Dyan tidak serta-merta menceritakan semuanya sebelum gue yang nanya. Sampai ketika dia harus ngajuin ijin untuk tidak ikut karantina besok, menurut alasan yang diajukan ke senior, dia harus ngerjain proyek di kampusnya. Saat nganterin gue ke mobil, gue sempet nanya alasan dia sebenernya kenapa ambil ijin.

"Gue mau jalan Non sama cewe gue. Kangen."

Rasanya terharu banget, gue langsung menepuk pundaknya. "Tenang Bang, besok gue yang ambil alih semuanya di karantina!" jelas gue bahagia dengan cara komunikasi kita, ngga perlu akrab tapi tau satu sama lain, gue ngerasa Dyan tepat memposisikan diri sebagai pasangan gue selama karantina.

Saat foto angkatan Jakarta Barat 2012 kemaren, gue langsung memeluk Dyan kangen begitu dia memanggil nama gue. Rasanya rindu juga sama masa-masa karantina bareng dia yang boring karna emang ngga bisa balik lagi dan chemistry kita yang masih sebatas itu-itu aja. Dyan masih sama cewenya, sementara gue udah ngga sama siapa-siapa. Dyan menepuk bahu gue menguatkan, seperti berkata, suatu hari akan ada cowo yang benar-benar buat gue sekalipun ia harus sibuk dengan tugasnya, dan rela ngaku homo untuk sekedar jaga kesetiaannya.