20101215

the dynamite

Tagging untuk post ini 100 persen : Love.

Absurd. Itulah cinta di umur 18-20 gue.

Bisakah kalian ngebedain yang namanya cinta, sama rasa ingin memiliki, rasa sekedar kagum, rasa takut kehilangan, bahkan ngebedain cinta dengan rasa benci sekalipun?

Oke, dulu gue selalu bisa. Tapi tidak diumur ini.

Di umur 11 taun, gue cuma kenal cinta sama bokap nyokap. Dan rasa-rasa yang gue jabarin di atas, itu udah jadi satu paket sama yang namanya Cinta.

Tapi, beranjak remaja, gue mendefinisikan cinta lebih kepada rasa ingin memiliki. Ngga memiliki gue pasti patah hati. Kalau beruntung, gue akhirnya memiliki orang yang gue cintai, tapi puncaknya setelah memiliki, kemudian timbul rasa bosen, konflik, putus.

Menaiki satu tahap lagi, gue mulai susah membedakan cinta dengan rasa kagum. Pernah suatu hari ketika masih berseragam putih abu-abu, gue nerima ungkapan cinta dari seorang kakak kelas, yang sebenarnya ngga gitu gue kenal, tapi karna dia seseorang yang memiliki pengaruh besar di sekolah, maka gue terima dan kita akhirnya jadian. Gue menyadari gue memiliki alasan ketika ditanya kenapa menerima dia, karna dia seorang ketua MPK, lalu, seandainya dia bukan ketua MPK, apa gue tetap menerimanya? Dan, gimana setelah dia sudah tidak menjadi ketua MPK? Akhirnya, gue putuskan untuk mengakhiri, karna perasaan kagum, hanya sebatas kagum, tidak bisa berubah menjadi cinta.

Di tahap berikutnya, dari seorang sahabat yang kemudian menggoda jiwa. Tapi bisa kalian bayangkan metamorfosis dari sebuah hubungan sahabat harus berubah menjadi seorang kekasih. Buat gue terutama, adalah percintaan yang paling menakutkan. Bukan tidak percaya dengan kelanggengan tapi, setiap manusia harus mempersiapkan keadaan yang terburuk, dalam hal ini, perpisahan. Dan hubungan cinta, menurut gue bukan digabung dengan rasa takut kehilangan.

Tamparan tentang Cinta yang terakhir, yang paling abstrak. Hubungan yang terjalin, dari rasa benci, yang kemudian menjadi cinta. Atau rasa apalah, katakan itu. Hmmm.. Ketika bertemu dengan seseorang yang udah dicap playboy, maka yang akan keluar untuk pertama kali buat gue adalah rasa benci di posisi cewe. Namun setelah mengenal orang itu, meskipun dengan banyak cacian mereka beteriak 'jangan dekati lelaki hidung belang itu, berada di dekat lelaki itu seperti main api, bisa terbakar sendiri' tapi ngga bikin gue lantas nyerah buat tau lebih jauh, oke gue benci sama dia dan image nya, tapi gue tetep sama dia. Ada hal yang ngga bisa gue tolak buat ngga gue lewatin sama dia. Gue ngga pengen milikin dia, gue juga ngga punya rasa kagum buat dia, gue rela bahkan untuk kehilangan dia, dan rasa benci buat dia, udah 100 persen mengingat begitu banyak wanita yang jadi korban dia.

Mungkin gue dulu memandang cinta dari rasa enaknya aja. Dan bergidik ketika ngeliat pasangan yang jelas-jelas gue tau buruknya mereka. Tapi justru sekarang gue mulai merasakan menjadi mereka, bukan tidak ada pilihan lain, tapi mungkin dengan begini, definisi cinta menjadi murni cinta, tanpa disokong apapun, lepas dari habituasi sosial, dan keinginan kebanyakan orang. Urusan resiko, gue pikir, cinta yang kalian sebut dengan kemewahan, jaminan kesejahteraan (masa depan) juga punya resiko masing-masing.