20090919

kehilangan






Mengunjungi tempat peristirahatan terakhirmu adalah sebuah rutinitas paling memilukan.

Saat membelokan stir mobil ini ke jalan yang tidak pernah ku harapkan, helaan nafasku akan terasa berat kemudian mata ini tiba-tiba ikut mendung. Semendung cuaca di penglihatanku, walau mereka bilang alam sedang cerah-cerahnya.

Meski subur, hijau, rindang dan indah.
Tapi aku tidak suka kau berada di tempat sejauh ini.
Sendiri, tidak bisa sering-sering orang menemani.

Aku turun mobil hanya dengan segenggam kekuatan yang bisa menopangku berjalan. Masih sama, aku tidak dengan senyum melihat suasana yang mungkin sudah terbiasa mengelilingimu. Tidak untukku, aku belum tahu kapan aku akan terbiasa dengan ini semua. Semua yang dulu pernah ada namun sekarang sudah tiada.

Meski ku tahu ini takdir, yang selamanya akan ku jalani sesuai suratan.
Tapi apa tidak bisa di undur sehari saja untuk ku temukan hari itu.
Hari dimana kau pergi tanpa bisa ku lihat lagi, bahkan wajahmu saja aku masih bisa lupa, kabur dan pergi kemudian aku akan menangis kencang, meraung minta kau kembali!!
Itu karna aku tidak bisa ada di sampingmu selagi kau memanggilku!

Aku berjalan pelan di atas hamparan daun bambu gugur, seperti karpet yang mengantarku ke tempatmu dan itu tidak pernah membantu.
Kemudian tempatmu akan terasa jauh karena aku akan selalu melemah di tengah jalan, itu kenapa aku butuh istirahat dengan duduk di depan penjual bunga, membeli beberapa keranjang dan air mawar. Tidak berguna, itu hanya akan menjadi sampah untuk tempatmu.

Sesampainya di tempatmu, aku akan semakin lemah.
Kau masih tetap tidak bisa ku lihat, ku tangkap dan ku peluk. Hanya namamu yang membuatmu berbeda dari semua onggokan tanah di sekelilingimu.
Yang bukan menemanimu tapi menjadi salah satu dari kamu. Tidak bisa ikut mendecak bangga dengan hidupmu. Tidak bisa mengobatimu, tidak bisa mencintaimu.
Dan kamu juga begitu, kamu tidak bisa mengenal mereka, bagaimana hidup mereka dan kamu tidak bisa mencintai mereka, sebab aku akan cemburu kalau itu terjadi.

Kemudian aku akan duduk di tepi pusaranmu. Memandangimu dari dunia yang berbeda.
Meski aku tidak pernah tahu apa kau juga memandangiku, mengusap kepalaku ketika aku menangis atau hanya angin saja yang membuatku merasakan kehadiranmu.
Dan airmata ini pun akan tetap mengalir seperti biasanya.
Mengusap nisanmu dengan sesegukan, bersembunyi di balik telapak tangan sampai selesai.

"Tuhan, apa dia turun untuk menemuiku hari ini? Apa dia sudah menyentuhku saat ini? Atau dia tetap di sana, di tempatMu dengan pandangannya yang selalu sendu? Tidak berminat menemuiku yang sudah berhasil mengecewakannya? Aku bertanya, Tuhan, tolong jawab dan buktikan..

Tuhan, apa kau menjaganya dengan baik? Apa di sana dia sudah bahagia? Apa kau perlakukan dirinya sebaik dia memperlakukanku? Itu terlalu baik, Tuhan dan aku akan menjadi satu-satunya yang keberatan bila kau tetap melukainya. Karena ia sudah sering terluka di sini, ketika ia masih bisa ku pandang, ku peluk dan ku cium. Tolong jaga dirinya, Tuhan. Hanya denganMu aku bisa menitipkan.

Dan apa jadinya diriku di sini tanpa dirinya, Tuhan? Apa ia tidak meminta teman untuk menemaninya di sana? Aku tidak akan mengajukan tapi aku selalu bersedia bila dia memilihku, Tuhan.

Karena di sini setiap harinya aku akan tetap merindukan.."


Kemudian aku mengusap semua airmataku, dengan cepat ku ambil keranjang bunga dan botol air mawar, ku tumpahkan semua dengan tangisanku di atasnya.. Berharap ia merasakan, setidaknya kini giliranku yang akan terus memanggilnya.