20151227

My First Time Coffee

Kehilangan daya untuk menulis ternyata mengerikan,
Sama rasanya seperti terjebak di pasar malam dengan orang yang kurang mengerti cara bahagia.
Rasanya banyak alasan untuk sekedar buang muka kala toleransi nyaris putus dan ide untuk memulai tidak lagi ada.

Kehilangan cara untuk menjelaskan apa yang tidak ada di depan mata tetapi tersusun rapih di kepala.
Kehilangan murka,
Kehilangan kata.
Mengartikan rasa jatuh cinta yang tidak lagi bisa.

Yang ingin jemari ini tau,
Ada kafein yang berhasil menembus batas untuk selamat.
Untuk menghentikan degup jantung tak bertujuan.
Dan mengakhiri dialog minta tolong.

Pertama bertemu dengan orang yang sangat mengerti apa itu bahagia,
Dalam pengaruh kopi dan percakapan sederhana.


Mellisa, 28 Desember 2015

20150913

Umur ini.

Kontemplasi adalah sujud yang paling seksi.
Renungan dengan dorongan pikiran, penghapusan penyesalan dan meletakan sasaran baru untuk ditembaki habis-habisan.
Sudah di penghujung ini, mereka bertanya, maka kelak harus buat apa lagi?

Ribuan lembaran terlepas dari bukunya, dan tidak perlu lagi berlari mengumpulkan hanya agar tidak lupa.
Hati ini menyimpan banyak proses yang berjalan tanpa perlu dicatat. Hati ini sudah kaya dengan segala rupa dunia yang ada.
Kemarin, kemarin dan kemarin.

Jiwanya sempurna, mereka berkata.
Sudah habiskan umur untuk berbuat segala yang disuka.
Sudah habiskan umur untuk hampir koleksi dosa.
Sudah habiskan umur untuk membuang yang penting dan mati untuk disiksa.
Jiwanya sempurna? mereka bertanya.

Kelak saat sudah bisa mengikhlaskan apa yang pernah tidak bisa, maka pengampunan untuk tetap berguna tidak jadi sia-sia.
Meski kadang mau lupa, bahwa tidak semua manusia punya tujuan sama.
Beberapa hanya mau bahagia. Hanya tidak ingin sengsara.
Hanya tidak ingin terus mencinta. Hanya tidak mau menunggu.
Hanya tidak mau tau. Hanya ingin jadi satu.

Hanya di umur ini, kami bisa begitu.

20150318

Marah

Jangan ajak saya berenang di parit yang sempit dan kotor saat seharusnya saya bisa renangi samudra dengan warna tosca dan bau surga. Dengan absurditas minimal dan cerita-cerita yang masuk akal. Jangan ajak saya bergurau tentang hidup saat seharusnya saya bergurau tentang semesta dan bulan. Yang tidak mungkin bisa saya atur keindahan dan terang cahayanya. Ajak saya bicara tentang sesuatu yang liar dan ada di luar nalar. Saya suka melompati garis yang dibuat untuk mengatur dan membatasi senang. Saya suka kamu tanpa pakaian.

Karna pakaian itu tidak cocok kamu kenakan di pantai dengan lima matahari.
Pakaian itu tidak bicara banyak tapi terdengar paling merdu saat benar-benar diam. Pakaian yang kamu kenakan usang dan pernah aku buang.

Apa yang melekat membuat kamu tidak seseksi saat kamu telanjang.

Jangan marah.

Saya tidak sedang menggoda. Hanya menawarkan logika yang ada.

20150131

Negasi Baru

Banting stir. Maneuver.
Itu yang beberapa bulan terakhir ini gue lakukan.

Sekolah pilot.
Mendadak berenti jadi mahasiswi Filsafat karna semuanya udah lebih absurd.
Mendadak gila. Karna teori yang selama ini gue pikir cuma teori, beneran gue temuin di kehidupan nyata.
Ternyata ada kehidupan yang lebih bodoh dari yang pernah gue bayangkan. Kehidupan yang harus gue mulai semua dari awal.

Karna gue menghirup udara yang sama dengan mereka tiap hari, gue nyoba buat ngerti kenapa. Gue nyoba buat mencari tau apa yang ada di baliknya. Gue nyoba mengartikan beberapa kepercayaan yang kalo dicerna makin bikin sakit jiwa.

Mau marah percuma, karna yang diperluin sedikit strategi bawah tanah dengan ancang-ancang super pelan dan nyoba jadi bego beneran. Tekad gue cuma satu, balikin akal sehat di sekolah yang jadi impian banyak orang. Dengan teriakan super ganggu "Jaga nama baik, woy. Ngga ada yang tau di dalem ada begini-beginian." memacu gue buat balikin nama sekolah sejajar dengan tujuan awal. Buang-buangin topeng sok pinter buat nutupin kebodohan yang beranak pinak di sini. Ngusir tradisi usang bawaan negeri orang, yang dilabelin jadi tradisi Indonesia. Padahal Indonesia ngga pernah jajah negara orang, apalagi negaranya sendiri.

Beruntung ada banyak kepala sepakat. Beruntung keluarga bentukan beneran jadi keluarga sepenanggungan. Beruntung bibit-bibit pinter itu ngga mati setelah disiram sama banyak kebaikan meskipun angin di luar segitu kencengnya bikin mual.

Ada banyak keberuntungan muncul saat berhasil menegasikan yang negatif. Dan kesesatan muncul saat menghasilkan afirmasi yang negatif. Pilih mana?

Semoga raungan pikiran ini dicerna baik.

Sabar

Kami selalu mengakhiri pembicaraan dengan dingin akhir-akhir ini,
Tidak sadar bahwa jarak semakin lama semakin berarti.
Atau kami hanya kalah melawan benci yang suka datang sembarangan dan pergi tanpa permisi.

Tapi saya tau,
Kalau itu bukan dia, maka saya tidak sesederhana itu mengulur waktu dan memintanya menunggu.
Saya pasti sudah jauh-jauh hari minta dia pergi.

Tapi ternyata dia yang kurang tau,
Bahwa disetiap keluhannya, saya pun mengeluhkan hal yang sama.
Disetiap sabarnya, saya juga ingin berontak untuk bertanya 'kenapa'.

Sabar,
Orang sabar akan selamanya diminta sabar.